Minggu, 11 Januari 2015

Zaman Prasejarah


Zaman Prasejarah

Zaman prasejarah, atau nirleka, adalah sebutan bagi periode saat manusia belum mengenal tulisan, sehingga zaman ini juga dikenal sebagaia zaman praaksara. Permulaan zaman ini belum diketahui secara pasti, namun berdasarkan teori yang dikemukakan oleh R. Soekmono, dapat diketahui bahwa batasan zaman prasejarah diawali dengan kehadiran akhluk sejenis manusia di suatu daerah bahwa batasan zaman prasejarah diawali dengan kehadiran makhluk sejenis manusia di suatu daerah dan berakhir saat sudah ditemukannya sumber tertulis.
Zaman prasejarah dapat dibagi menjadi dua corak kehidupan, yakni zaman batu dan zaman logam. Tiap zaman memiliki peninggalan khusus dan peradaban manusia tersendiri. Berkut pembahasan lebih lanjut tentang tiap-tiap zaman.

Zaman Batu
Zaman batu adalah suatu periode ketika peralatan manusia secara dominan terbuat dari batu. Alat-alat yan digunakan pada zaman ini masih kasar dn sederhana karena digunakan sekadar untuk memenuhi kebutuhan hidup. Dilihat dari sudut mata pencahariannya, periode ini disebut masa berburu dan meramu makanan tingkat sederhana.
Zaman batu menurut perkembangannya dibagi menjadi empat, yakni Palaeolithicum, Mesolithicum, Megalithicum, dan Neolithicum.
1. Paleolithikum

Zaman ini disebut juga zaman batu tua. Zaman ini bermula kira-kita 50.000 hingga 100.000 tahun yang lalu. Periode zaman ini adalah antara tahun 50.000 SM – 10.000 SM.

Pada zaman ini, manusia hidup secara nomaden dalam kumpulan kecil untuk mencari makan. Mereka membuat peralatan sehari-hari dari batu yang dirancang sederhana. Berikut beberapa peninggalan masa paleolitikum.


1)      Kapak Genggam

Kapak genggam banyak ditemukan di daerah Pacitan. Alat ini biasanya disebut chopper (alat pemotong). Pembuatan kapak genggam dilakukan dengan cara memangkas salah satu sisi batu sampai tajam. Kapak genggam berfungsi menggali ubi, memotong, dan menguliti binatang.

2)      Kapak Perimbas

Kapak perimbas berfungsi untuk merimbas kayu, memahat tulang, dan sebagai senjata. Alat ini banyak ditemukan di daerah Pacitan. Alat ini juga ditemukan di Gombong, Sukabumi, Lahat, dan Goa Choukoutieen (Beijing)

3)      Alat-Alat dari Tulang Binatang atau Tanduk Rusa

Kebanyakan alat dari tulang ini adalah alat penusuk dan ujung tombak bergerigi. Fungsinya adalah untuk mengorek ubi dan keladi dari dalam tanah atau menangkap ikan.
4)      Flakes
Flakes yaitu alat-alat kecil yang terbuat dari batu Chalcedon, yang dapat digunakan untuk mengupas makanan.
Berdasarkan penemuan fosil manusia purba, jenis manusia purba hidup pada zaman Paleolitikum adalah Pithecanthropus Erectus, Homo Wajakensis, Meganthropus paleojavanicus, dan Homo Soloensis. Fosil ini ditemukan di aliran sungai Bengawan Solo.




1)      Pithecantropus erectus
Artinya adalah manusia kera yang berjalan tegak. Ditemukan oleh Eugene Dubois di Trinil pada tahun 1891. Fosil yang ditemukan berupa tulang rahang bagian atas tengkorak, geraham dan tulang kaki. Fosil ini ditemukan pada masa kala Pleistosen tengah.
             Tinggi badan sekitar 165 – 180 cm, volume otak berkisar antara 750 – 1350 cc, bentuk tubuh & anggota badan tegap, tetapi tidak setegap meganthropus, alat pengunyah dan alat tengkuk sangat kuat, bentuk graham besar dengan rahang yang sangat kuat, bentuk tonjolan kening tebal melintang di dahi dari sisi ke sisi, bentuk hidung tebal, bagian belakang kepala tampak menonjol menyerupai wanita berkonde, muka menonjol ke depan, dahi miring ke belakang.
2)      Homo wajakensis
Homo wajakensis adalah manusia purba yang pernah hidup di Indonesia, tepatnya di daerah Tulungagung, Jawa Timur. Fosil Homo wajakensis ditemukan oleh Van Riestchoten pada tahun 1889 di Desa Wajak, Tulungagung. Fosil ini kemudian diteliti oleh Eugene Dubois. Temuan fosil ini merupakan temuan fosil manusia purba pertama yang dilaporkan berasal dari Indonesia.
Fosil Homo Wajakensis mempunyai tinggi badan sekitar 130—210 cm, dengan berat badan antara 30-150 kg. Volume otaknya mencapai 1300 cc Manusia purba jenis ini hidup antara 40.000 —25.000 tahun yang lalu, pada lapisan Pleistosen Atas. Apabila dibandingkan jenis sebelumnya, Homo Wajakensis menunjukkan kemajuan.




3)      Meganthropus paleojavanicus
Ciri-cirinya adalah memiliki tulang pipi yang tebal, otot kunyah yang kuat, tonjolan kening yang mencolok, tonjolan belakang yang tajam, tidak memiliki dagu, perawakan yang tegap, dan memakan jenis tumbuhan.




4)      Homo soloensis
Fosil Homo soloensis ditemukan di Ngandong, Blora, di Sangiran dan Sambung Macan, Sragen, oleh Ter Haar, Oppenoorth, dan Von Koenigswald pada tahun 1931—1933 dari lapisan Pleistosen Atas. Homo Soloensis diperkirakan hidup sekitar 900.000 sampai 300.000 tahun yang lalu. Volume otaknya mencapai 1300 cc.
Menurut Von Koenigswald makhluk ini lebih tinggi tingkatannya dibandingkan dengan Pithecanthropus Erectus. Diperkirakan makhluk ini merupakan evolusi dan Pithecanthropus Mojokertensis. Oleh sebagian ahli, Homo Soloensis digolongkan dengan Homo Neanderthalensis yang merupakan manusia purba jenis Homo Sapiens dari Asia, Eropa, dan Afrika berasal dari lapisan Pleistosen Atas. Volume otaknya antara 1000 – 1200 cc,tinggi badan antara 130 – 210 cm, otot tengkuk mengalami penyusutan, muka tidak menonjol ke depan, dan berdiri tegak dan berjalan lebih sempurna.
2.  Mesolithikum
Mesolitikum atau Zaman Batu Madya (Bahasa Yunani: mesos "tengah", lithos batu) adalah suatu periode dalam perkembangan teknologi manusia, antara Paleolitik atau Zaman Batu Tua dan Neolitik atau Zaman Batu Muda.
Istilah ini diperkenalkan oleh John Lubbock dalam makalahnya "Zaman Prasejarah" (bahasa Inggris: Pre-historic Times) yang diterbitkan pada tahun 1865. Namun istilah ini tidak terlalu sering digunakan sampai V. Gordon Childe mempopulerkannya dalam bukunya The Dawn of Europe (1947).
Pada zaman mesolitikum di Indonesia, manusia hidup tidak jauh berbeda dengan zaman paleolitikum, yaitu dengan berburu dan menangkap ikan, namun manusia pada masa itu juga mulai mempunyai tempat tinggal agak tetap dan bercocok tanam secara sederhana. Tempat tinggal yang mereka pilih umumnya berlokasi di tepi pantai (kjokkenmoddinger) dan goa-goa (abris sous roche) sehingga di lokasi-lokasi tersebut banyak ditemukan berkas-berkas kebudayaan manusia pada zaman itu. Berikut beberapa peninggalan zaman ini.

1)      Pebble
Tahun 1925, Dr. P.V. Van Stein Callenfels melakukan penelitian di bukit kerang tersebut dan hasilnya menemukan kapak genggam. Kapak genggam yang ditemukan di dalam bukit kerang tersebut dinamakan dengan pebble/kapak genggam Sumatra (Sumatralith) sesuai dengan lokasi penemuannya yaitu dipulau Sumatra. Bahan-bahan untuk membuat kapak tersebut berasal batu kali yang dipecah-pecah.
2)      Hachecourt
Disebut juga kapak pendek. Berbentuk setengah lingkaran.


3)      Pipisan
Selain kapak-kapak yang ditemukan dalam bukit kerang, juga ditemukan pipisan (batu-batu penggiling beserta landasannya). Batu pipisan selain dipergunakan untuk menggiling makanan juga dipergunakan untuk menghaluskan cat merah. Bahan cat merah berasal dari tanah merah. Cat merah diperkirakan digunakan untuk keperluan religius dan untuk ilmu sihir.



3. Megalithikum
Disebut zaman batu besar karena hasil-hasil kebudayaan umumnya terbuat dari batu dalam ukuran besar. Adapun hasil-hasil kebudayaan zaman ini adalah benda-benda berikut.
1)      Menhir
Yaitu suatu tugu yang terbuat dari batu besar. Biasanya menhir ini digunakan untuk tempat memuja arwah leluhur.



2)      Dolmen
Yaitu meja batu yang digunakan untuk meletakkan sesaji.

3)      Kubur Batu
Yaitu tempat menyimpan mayat. Kubur batu berbentuk persegi panjang, dan terbuat dari lempengan-lempengan batu.





4)      Waruga
Adalah kubur batu yang berbentuk kubus.



5)      Sarkofagus
Sarkofagus adalah kubur batu yang berbentuk lesung.  Sarkofagus terbuat dari satu batu.
6)      Punden Berundak
Merupakan suatu bangunan yang terbuat dari batu. Batu-batu itu di susun berundak-undak atau bertingkat.




Manusia pada zaman ini terdiri dari Meganthropus paleojavanicus dan Pitecanthropus erectus (keduanya sudah dijelaskan di atas), Pitecanthropus mojokertonis, dan Pitecanthropus soloensis.

1)      Pitecanthropus mojokertonis
Artinya manusia kera dari Mojokerto. Sebenarnya cuma salah satu jenis dari phitecanthropus yang ditemukan Ralph von Koeningswald di Mojokerto tahun 1936 dalam rupa fosil anak- anak. Disebut juga Pithecanthropus Robustus. Pithecanthropus secara tipologi berada pada lapisan Pucangan dan Kabuh. Umurnya diperkirakan 30.000- 2 juta tahun. Tinggi 165- 180 cm, badan tegap, tidak setegap Meganthropus, otot kunyah tidak sekuat Meganthropus, hidung lebar dan tonjolan di kening melintang sepanjang pelipis, tidak berdagu, makanannya tumbuhan dan hewan hasil buruan

2)      Pitecanthropus soloensis
Pithecanthropus soloensis merupakan Pithecanthropus yang bertahan hidup sampai dengan akhir pleistosen tengah. Fosil pertama ditemukan di Ngandong, di tepi Sungai Bengawan Solo pada sekitar tahun 1931-1934. Para peneliti Pithecanthropus soloensis diantaranya Von Koenigswald, Oppernooth dan Ter Haar. Hasil penemuan manusia purba dari Solo ini di lapisan plesistosen tengah mempunyai arti penting, karena menhasilkan satu seri tengkorak berjumlah besar dalam waktu singkat pada satu tempat. Hasil penemuan itu berupa bagian atas tengkorak, tulang dahi, fragmen tulang pendinding, dan tulang kering. Dari penemuan tersebut dapat diperkirakan jenis kelamin, usia, dan bahkan kapasitas otaknya.



4. Neolithikum
Zaman ini merupakan revolusi pada masa prasejarah. Telah terjadi perubahan yang mendasar pada corak kehidupan dan cara bertempat tinggal maupun peralatan hidupnya. Zaman ini telah mengenal hasil-hasil kebudayaan sebagai berikut.

1)      Pahat Segi Panjang
Daerah asal kebudayaan pahat segi panjang ini meliputi Tiongkok Tengah dan Selatan, daerah Hindia Belakang sampai ke daerah sungai gangga di India, selanjutnya sebagian besar dari Indonesia, kepulauan Philipina, Formosa, kepulauan Kuril dan Jepang.

2)      Kapak Persegi
Asal-usul penyebaran kapak persegi melalui suatu migrasi bangsa Asia ke Indonesia. Nama kapak persegi diberikan oleh Van Heine Heldern atas dasar penampang lintangnya yang berbentuk persegi panjang atau trapesium. Penampang kapak persegi tersedia dalam berbagai ukuran, ada yang besar dan kecil. Yang ukuran besar lazim disebut dengan beliung dan fungsinya sebagai cangkul/pacul. Sedangkan yang ukuran kecil disebut dengan Tarah/Tatah dan fungsinya sebagai alat pahat/alat untuk mengerjakan kayu sebagaimana lazimnya pahat. Bahan untuk membuat kapak tersebut selain dari batu biasa, juga dibuat dari batu api/chalcedon. Kemungkinan besar kapak yang terbuat dari calsedon hanya dipergunakan sebagai alat upacara keagamaan, azimat atau tanda kebesaran. Kapak jenis ini ditemukan di daerahi Sumatera, Jawa, bali, Nusatenggara, Maluku, Sulawesi dan Kalimantan.

3)      Kapak Lonjong
Sebagian besar kapak lonjong dibuat dari batu kali, dan warnanya kehitam-hitaman. Bentuk keseluruhan dari kapak tersebut adalah bulat telur dengan ujungnya yang lancip menjadi tempat tangkainya, sedangkan ujung lainnya diasah hingga tajam. Untuk itu bentuk keseluruhan permukaan kapak lonjong sudah diasah halus.

Ukuran yang dimiliki kapak lonjong yang besar lazim disebut dengan Walzenbeil dan yang kecil disebut dengan Kleinbeil, sedangkan fungsi kapak lonjong sama dengan kapak persegi. Daerah penyebaran kapak lonjong adalah Minahasa, Gerong, Seram, Leti, Tanimbar dan Irian. Dari Irian kapak lonjong tersebar meluas sampai di Kepulauan Melanesia, sehingga para arkeolog menyebutkan istilah lain dari kapak lonjong dengan sebutan Neolithikum Papua.

4)      Kapak Bahu
Kapak jenis ini hampir sama seperti kapak persegi, hanya saja di bagian yang diikatkan pada tangkainya diberi leher. Sehingga menyerupai bentuk botol yang persegi. Daerah kebudayaan kapak bahu ini meluas dari Jepang, Formosa, Filipina terus ke barat sampai sungai Gangga. Tetapi anehnya batas selatannya adalah bagian tengah Malaysia Barat. Dengan kata lain di sebelah Selatan batas ini tidak ditemukan kapak bahu, jadi neolithikum Indonesia tidak mengenalnya, meskipun juga ada beberapa buah ditemukan yaitu di Minahasa.

5)      Perhiasan
Jenis perhiasan ini banyak di temukan di wilayah jawa terutama gelang-gelang dari batu indah dalam jumlah besar walaupun banyak juga yang belum selesai pembuatannya. Bahan utama untuk membuat benda ini di bor dengan gurdi kayu dan sebagai alat abrasi (pengikis) menggunakan pasir. Selain gelang ditemukan juga alat-alat perhisasan lainnya seperti kalung yang dibuat dari batu indah pula. Untuk kalung ini dipergunakan juga batu-batu yang dicat atau batu-batu akik.

6)      Tembikar (Periuk Belanga)
Bekas-bekas yang pertama ditemukan tentang adanya barang-barang tembikar atau periuk belanga terdapat di lapisan teratas dari bukit-bukit kerang di Sumatra, tetapi yang ditemukan hanya berupa pecahan-pecahan yang sangat kecil. Walaupun bentuknya hanya berupa pecahan-pecahan kecil tetapi sudah dihiasi gambar-gambar. Di Melolo, Sumba banyak ditemukan periuk belanga yang ternyata berisi tulang belulang manusia.
Di Indonesia, zaman Neolitikum dimulai sekitar 1.500 SM. Cara hidup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mengalami perubahan pesat dari cara food gathering menjadi food producting yaitu dengan cara bercocok tanam dan memelihara ternak. Pada masa itu manusia sudah mulai menetap di rumah panggung untuk menghindari bahaya binatang buas. Pada masa Neolitikum,manusia purba telah membuat lumbung-lumbung guna menyimpan padi dan gabah. Tradisi seperti ini masih ditemukan di daerah Badui di Banten.

Zaman Logam
Pada zaman logam, peralatan-peralatan yang digunakan manusia terbuat dari logam. Zaman logam menurut perkembangannya dibedakan menjadi 3, yaitu zaman perunggu, zaman tembaga, dan zaman besi.

1. Zaman Perunggu
Disebut zaman perunggu karena pada zaman ini dihasilkan perlatan kehidupan yang dibuat dari perunggu. Peralatan itu dibuat dengan 2 macam teknik. Ada yang dibuat dengan teknik cetak hilang (a cire perdue) dan ada yang dibuat dengan cetak ulang (bivalve). Peralatan kehidupan yang dibuat dari bahan perunggu ini meliputi sebagai berikut.
1)      Nekara
Nekara adalah genderang besar yang terbuat dari perunggu. Biasanya digunakan sebagai alat upacara untuk mengundang hujan. Nekara terbesar ditemukan di Bali. Sekarang nekara tersebut disimpan di Pura Besakih. Nekara ini disebut The Moon of Pejeng.
2)      Moko
Moko merupakan genderang kecil terbuat dari perunggu. Biasanya digunakan sebagai alat upacara keagamaan atau sebagai mas kawin.

3)       Kapak corong
Kapak corong disebut juga kapak sepatu. Kapak itu terdiri dari berbagai ukuran. Ada yang bertangkai panjang, ada yang melengkung ke dalam, dan ada yang cekung di pangkalnya.

4)       Arca perunggu
Arca perunggu adalah arca yang terbuat dari perunggu. Bentuknya beraneka ragam seperti bentuk orang atau binatang.
5)       Bejana perunggu
Bejana perunggu mirip gitar Spanyol, tetapi tanpa tangkai. Pola hiasannya menggunakan hiasan anyaman dan huruf J.



6)      Perhiasan
Bentuk perhiasan ini berupa gelang tangan, gelang kaki, cincin dan kalung. Sebagian besar perhiasan ditemukan sebagai bekal kubur.

2. Zaman Tembaga

Indonesia tidak mengalami zaman tembaga. Hal ini dibuktikan dengan tidak ditemukannya peninggalan-peninggalan benda tembaga purba di Indonesia. Setelah zaman perunggu, bangsa Indonesia langsung memasuki zaman besi.

3. Zaman Besi

Kebudayaan besi banyak menghasilkan benda berupa peralatan hidup dan senjata. Senjata-senjata yang dihasilkan pada zaman besi ini adalah tombak, mata panah, cangkul, sabit dan mata bajak. Benda peninggalan zaman besi ini diperkirakan cukup banyak, tetapi tidak banyak ditemukan, karena sifat benda ini yang mudah berkarat. Pada zaman ini orang sudah dapat melebur besi dari bijinya untuk dituang menjadi alat-alat yang diperlukan. Teknik peleburan besi lebih sulit dari teknik peleburan tembaga maupun perunggu sebab melebur besi membutuhkan panas yang sangat tinggi, yaitu ±3500 °C. Alat-alat besi yang dihasilkan antara lain sebagai berikut.

1)      Mata Kapak bertungkai kayu
2)      Mata Pisau
3)      Mata Sabit
4)      Mata Pedang
5)      Cangkul





Tidak ada komentar:

Posting Komentar