Kata “Pergerakan Nasional“ memiliki suatu pengertian yang khas yakni
merupakan sebuah perjuangan yang dilakukan oleh organisasi secara modern ke
arah perbaikan hajat hidup bangsa Indonesia yang disebabkan rasa ketidakpuasan
terhadap keadaan masyarakat yang ada. Dengan demikian istilah ini mengandung
arti yang sangat luas. Gerakan yang mereka jalankan memang tidak hanya terbatas
untuk memperbaiki taraf hidup bangsa tetapi juga meliputi gerakan di berbagai
sektor, seperti: sosial, ekonomi, pendidikan, keagamaan, kebudayaan,
wanita, pemuda dan lain-lain.
Istilah
“nasional” berarti bahwa pergerakan-pergerakan tersebut mempunyai cita-cita
nasional untuk mencapai kemerdekaan bagi bangsanya yang masih terjajah.
Disamping itu, sifat pergerakan pada masa ini lebih bersifat nasional bila
dibanding dengan sifat pergerakan sebelumnya yang bercorak kedaerahan.
Munculnya pergerakan nasional di Indonesia,
disebabkan oleh dua faktor. Ada faktor dari dalam negeri dan faktor dari luar
negeri.
Faktor-faktor yang timbul dari dalam negeri dan
bersifat nasional itu antara lain sebagai berikut:
1. Adanya tekanan dan penderitaan yang
terus-menerus, sehingga rakyat Indonesia harus bangkit melawan penjajah.
2. Adanya rasa sebasib-sepenanggungan yang
hidup dalam cengkeraman penjajah, sehingga timbul semangat bersatu membentuk
negara.
3. Adanya rasa kesadaran nasional harga
diri, menyebabkan kehendak untuk memiliki tanah air dan hak menentukan nasib
sendiri.
Faktor-faktor luar negeri yang dapat
mempercepat timbulnya pergerakan nasional , antara lain:
1. Kemenangan Jepang melawan Rusia pada
tahun 1905
2. Masuknya paham-paham baru ke Indonesia
1. Liberalisme
2. Nasionalisme
3. Sosialisme
4. Demokrasi
5. Komunisme
Sebelum tahun
1908, pergerakan nasional bersifat lokal , tidak menggunakan organisasi modern,
dan bergantung kepada seorang pemimpin. Sesudah tahun 1908 - bersifat nasional
- menggunakan organisasi modern - tidak bergantung pada seorang pemimpi
Organisasi Pergerakan Nasional (Budi Utomo,
Sarekat Islam, Indische Partij, Muhammadiyah dan Lainnya)
1. Budi Utomo
Organisasi Budi Utomo (BU) didirikan pada tanggal 20 Mei 1908
oleh para mahasiswa STOVIA di Batavia dengan Sutomo sebagai ketuanya.
Terbentuknya organisasi tersebut atas ide dr. Wahidin Sudirohusodo yang
sebelumnya telah berkeliling Jawa untuk menawarkan idenya membentuk
Studiefounds.
Dr Sutomo
|
Gagasan Studiesfounds bertujuan untuk menghimpun dana guna
memberikan beasiswa bagi pelajar yang berprestasi, namun tidak mampu
melanjutnya studinya. Gagasan itu tidak terwujud, tetapi gagasan itu
melahirkan Budi Utomo. Tujuan Budi Utomo adalah memajukan pengajaran dan kebudayaan.
Tujuan tersebut ingin dicapai dengan usaha-usaha sebagai
berikut:
1) memajukan pengajaran;
2) memajukan pertanian, peternakan dan perdagangan;
3) memajukan teknik dan industri
4) menghidupkan kembali kebudayaan.
Dilihat dari tujuannya, Budi Utomo bukan merupakan
organisasi politik melainkan merupakan organisasi pelajar dengan pelajar
STOVIA sebagai intinya. Sampai menjelang kongresnya yang pertama di Yogyakarta
telah berdiri tujuh cabang Budi Utomo, yakni di Batavia, Bogor, Bandung,
Magelang, Yogyakarta, Surabaya, dan Ponorogo.
Untuk mengonsolidasi diri (dengan dihadiri 7
cabangnya), Budi Utomo mengadakan kongres yang pertama di
Yogyakarta pada tanggal 3-5 Oktober 1908. Kongres memutuskan hal-hal sebagai
berikut.
1) Budi Utomo tidak ikut dalam mengadakan kegiatan
politik.
2) Kegiatan Budi Utomo terutama ditujukan pada
bidang pendidikan dan kebudayaan.
3) Ruang gerak Budi Utomo terbatas pada daerah Jawa
dan Madura.
4) Memilih R.T. Tirtokusumo, Bupati Karanganyar sebagai
ketua.
5) Yogyakarta ditetapkan sebagai pusat organisasi.
Sampai dengan akhir tahun 1909, telah berdiri 40
cabang Budi Utomo dengan jumlah anggota mencapai 10.000 orang.
Akan tetapi, dengan adanya kongres tersebut tampaknya terjadi pergeseran
pimpinan dari generasi muda ke generasi tua. Banyak anggota muda yang
menyingkir dari barisan depan, dan anggota Budi Utomo kebanyakan dari
golongan priayi dan pegawai negeri. Dengan demikian, sifat
protonasionalisme dari para pemimpin yang tampak pada awal berdirinya Budi
Utomo terdesak ke belakang. Strategi perjuangan BU pada
dasarnya bersifat kooperatif.
Mulai tahun 1912 dengan tampilnya Notodirjo sebagai ketua
menggantikan R.T. Notokusumo, Budi Utomo ingin mengejar
ketinggalannya. Akan tetapi, hasilnya tidak begitu besar karena pada saat
itu telah muncul organisasi-organisasi nasional lainnya, seperti Sarekat Islam
(SI) dan Indiche Partij (IP).
Namun demikian, Budi Utomo tetap mempunyai andil
dan jasa yang besar dalam sejarah pergerakan nasional, yakni telah
membuka jalan dan memelopori gerakan kebangsaan Indonesia. Itulah sebabnya
tanggal 20 Mei ditetapkan sebagai hari Kebangkitan Nasional yang kita
peringati setiap tahun hingga sekarang.
2. Sarekat Islam (SI)
H Samanhudi
|
Tiga tahun setelah berdirinya Budi Utomo, yakni tahun 1911
berdirilah Sarekat Dagang Islam ( SDI ) di Solo oleh H. Samanhudi, seorang
pedagang batik dari Laweyan Solo.
Organisasi Sarekat Dagang Islam berdasar pada dua
hal berikut ini.
a. Agama Islam.
b. Ekonomi, yakni untuk memperkuat diri dari pedagang Cina
yang berperan sebagai leveransir (seperti kain putih, malam, dan sebagainya).
Atas prakarsa H.O.S. Cokroaminoto, nama Sarekat Dagang
Islam kemudian diubah menjadi Sarekat Islam ( SI ), dengan tujuan
untuk memperluas anggota sehingga tidak hanya terbatas pada pedagang
saja.
Berdasarkan Akte Notaris pada tanggal 10 September 1912,
ditetapkan tujuan Sarekat Islam sebagai berikut:
1) memajukan perdagangan;
2) membantu para anggotanya yang mengalami kesulitan dalam
bidang usaha (permodalan);
3) memajukan kepentingan rohani dan jasmani penduduk asli;
4) memajukan kehidupan agama Islam.
Melihat tujuannya tidak tampak adanya kegiatan politik. Akan
tetapi, Sarekat Islam dengan gigih selalu memperjuangkan
keadilan dan kebenaran terhadap penindasan dan pemerasan oleh pemerintah
kolonial. Dengan demikian, di samping tujuan ekonomi juga ditekankan adanya
saling membantu di antara anggota. Itulah sebabnya dalam waktu
singkat, Sarekat Islam berkembang menjadi anggota massa yang pertama
di Indonesia. Sarekat Islam merupakan gerakan nasionalis,
demokratis dan ekonomis, serta berasaskan Islam dengan haluan kooperatif.
Mengingat perkembangan Sarekat Islam yang begitu pesat
maka timbullah kekhawatiran dari pihak Gubernur Jenderal Indenberg
sehingga permohonan Sarekat Islam sebagai organisasi
nasional yang berbadan hukum ditolak dan hanya diperbolehkan berdiri
secara lokal. Pada tahun 1914 telah berdiri 56 Sarekat Islam lokal
yang diakui sebagai badan hukum.
Pada tahun 1915 berdirilah Central Sarekat Islam (CSI) yang
berkedudukan di Surabaya. Tugasnya ialah membantu menuju kemajuan dan kerjasama
antar Sarekat Islam lokal. Pada tanggal 17–24 Juni 1916 diadakan
Kongres SI Nasional Pertama di Bandung yang dihadiri oleh 80 Sarekat
Islam lokal dengan anggota 360.000 orang anggota. Dalam kongres tersebut
telah disepakati istilah "nasional", dimaksudkan
bahwa Sarekat Islam menghendaki persatuan dari seluruh lapisan
masyarakat Indonesia menjadi satu bangsa.
Sifat Sarekat Islam yang demokratis dan berani
serta berjuang terhadap kapitalisme untuk kepentingan rakyat kecil sangat
menarik perhatian kaum sosialis kiri yang tergabung dalam Indische Social
Democratische Vereeniging (ISDV) pimpinan Sneevliet (Belanda), Semaun, Darsono,
Tan Malaka, dan Alimin (Indonesia).
Itulah sebabnya dalam perkembangannya Sarekat
Islam pecah menjadi dua kelompok berikut ini.
1) Kelompok nasionalis religius ( nasionalis keagamaan) yang
dikenal dengan Sarekat Islam Putih dengan asas perjuangan Islam
di bawah pimpinan H.O.S. Cokroaminoto.
2) Kelompok ekonomi dogmatis yang dikenal dengan
nama Sarekat Islam Merah dengan haluan sosialis kiri di bawah
pimpinan Semaun dan Darsono.
3. Indische Partij (IP)
Douwes Dekker
|
Indische Partij (IP) didirikan di Bandung pada tanggal 25
Desember 1912 oleh Tiga Serangkai, yakni Douwes Dekker (Setyabudi Danudirjo),
dr. Cipto Mangunkusumo, dan Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara).
Organisasi ini mempunyai cita-cita untuk menyatukan semua
golongan yang ada di Indonesia, baik golongan Indonesia asli maupun golongan
Indo, Cina, Arab, dan sebagainya. Mereka akan dipadukan dalam kesatuan bangsa
dengan membutuhkan semangat nasionalisme Indonesia. Cita-cita Indische
Partij banyak disebar-luaskan melalui surat kabar De Expres.
Di samping itu juga disusun program kerja sebagai berikut:
1) meresapkan cita-cita nasional Hindia (Indonesia).
2) memberantas kesombongan sosial dalam pergaulan, baik di
bidang pemerintahan, maupun kemasyarakatan.
3) memberantas usaha-usaha yang membangkitkan kebencian
antara agama yang satu dengan yang lain.
4) memperbesar pengaruh pro-Hindia di lapangan pemerintahan.
5) berusaha untuk mendapatkan persamaan hak bagi semua orang
Hindia.
6) dalam hal pengajaran, kegunaannya harus ditujukan untuk
kepentingan ekonomi Hindia dan memperkuat mereka yang ekonominya lemah.
Melihat tujuan dan cara-cara mencapai tujuan seperti tersebut
di atas maka dapat diketahui bahwa Indische Partij berdiri di atas
nasionalisme yang luas menuju Indonesia merdeka. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa Indische Partij merupakan partai politik pertama di
Indonesia dengan haluan kooperasi. Dalam waktu yang singkat telah
mempunyai 30 cabang dengan anggota lebih kurang 7.000 orang yang kebanyakan
orang Indo.
Oleh karena sifatnya yang progresif menyatakan diri sebagai
partai politik dengan tujuan yang tegas, yakni Indonesia merdeka sehingga
pemerintah menolak untuk memberikan badan hukum dengan alasan Indische
Partij bersifat politik dan hendak mengancam ketertiban
umum. Walaupun demikian, para pemimpin Indische Partij masih
terus mengadakan propaganda untuk menyebarkan gagasan-gagasannya.
Satu hal yang sangat menusuk perasaan pemerintah Hindia
Belanda adalah tulisan Suwardi Suryaningrat yang berjudul Als ik een
Nederlander was (seandainya saya seorang Belanda) yang isinya berupa sindiran
terhadap ketidakadilan di daerah jajahan. Oleh karena kegiatannya sangat
mencemaskan pemerintah Belanda maka pada bulan Agustus 1913 ketiga
pemimpin Indische Partij dijatuhi hukuman pengasingan dan mereka
memilih Negeri Belanda sebagai tempat pengasingannya.
Dengan diasingkannya ketiga pemimpin Indische
Partij maka kegiatan Indische Partij makin menurun.
Selanjutnya, Indische Partij berganti nama menjadi Partai Insulinde
dan pada tahun 1919 berubah lagi menjadi National Indische Partij
(NIP). National Indische Partij tidak pernah mempunyai pengaruh
yang besar di kalangan rakyat dan akhirnya hanya merupakan perkumpulan
orang-orang terpelajar.
4. Muhammadiyah
KH Ahmad Dahlan
|
Muhammadiyah didirikan oleh Kiai Haji Ahmad Dahlan di
Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912. Asas perjuangannya ialah Islam dan
kebangsaan Indonesia, sifatnya nonpolitik. Muhammadiyah bergerak di bidang
keagamaan, pendidikan, dan sosial menuju kepada tercapainya kebahagiaan lahir
batin.
Tujuan Muhammadiyah ialah sebagai berikut.
1) memajukan pendidikan dan pengajaran berdasarkan agama
Islam;
2) mengembangkan pengetahuan ilmu agama dan cara-cara hidup
menurut agama Islam.
Untuk mencapai tujuan tersebut, usaha yang dilakukan oleh
Muhammadiyah adalah sebagai berikut:
1) mendirikan sekolah-sekolah yang berdasarkan agama Islam (
dari TK sampai
dengan perguruan tinggi);
2) mendirikan poliklinik-poliklinik, rumah sakit, rumah
yatim, dan masjid;
3) menyelenggarakan kegiatan-kegiatan keagamaan.
Muhammadiyah berusaha untuk mengembalikan ajaran Islam sesuai
dengan Al-Qur'an dan Hadis. Itulah sebabnya penyelenggaraan pendidikan dan
pengajaran agama Islam secara modern dan memperteguh keyakinan tentang agama
Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenarnya. Kegiatan Muhammadiyah
juga telah memperhatikan pendidikan wanita yang dinamakan Aisyiah, sedangkan
untuk kepanduan disebut Hizbut Wathon ( HW ).
Sejak berdiri di Yogyakarta (1912) Muhammadiyah terus
mengalami perkembangan yang pesat. Sampai tahun 1913, Muhammadiyah telah
memiliki 267 cabang yang tersebar di Pulau Jawa. Pada tahun 1935, Muhammadiyah
sudah mempunyai 710 cabang yang tersebar di Pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan dan
Sulawesi.
5. Gerakan Pemuda
Gerakan pemuda Indonesia, sebenarnya telah dimulai sejak
berdirinya Budi Utomo, namun sejak kongresnya yang pertama perannya telah
diambil oleh golongan tua (kaum priayi dan pegawai negeri) sehingga para pemuda
kecewa dan keluar dari organisasi tersebut. Baru beberapa tahun kemudian,
tepatnya pada tanggal 7 Maret 1915 di Batavia berdiri Trikoro Dharmo oleh R.
Satiman Wiryosanjoyo, Kadarman, dan Sunardi. Trikoro Dharmo yang diketui oleh
R. Satiman Wiryosanjoyo merupakan oeganisasi pemuda yang pertama yang
anggotanya terdiri atas para siswa sekolah menengah berasal dari Jawa dan
Madura. Trikoro Dharmo, artinya tiga tujuan mulia, yakni sakti, budi, dan
bakti. Tujuan perkumpulan ini adalah sebagai berikut:
1) mempererat tali persaudaraan antar siswa-siswi bumi putra
pada sekolah menengah dan perguruan kejuruan;
2) menambah pengetahuan umum bagi para anggotanya;
3) membangkitkan dan mempertajam peranan untuk segala bahasa
dan budaya.
Tujuan tersebut sebenarnya baru merupakan tujuan perantara.
Adapun tujuan yang sebenarnya adalah seperti apa yang termuat dalam majalah
Trikoro Dharmo yakni mencapai Jawa raya dengan jalan memperkokoh rasa persatuan
antara pemuda-pemuda Jawa, Sunda, Madura, Bali, dan Lombok. Oleh karena
sifatnya yang masih Jawa sentris maka para pemuda di luar Jawa (tidak berbudaya
Jawa) kurang senang.
Untuk menghindari perpecahan, pada kongresnya di Solo pada tanggal 12 Juni 1918 namanya diubah menjadi Jong Java (Pemuda Jawa). Sesuai dengan anggaran dasarnya, Jong Java ini bertujuan untuk mendidik para anggotanya supaya kelak dapat menyumbangkan tenaganya untuk membangun Jawa raya dengan jalan mempererat persatuan, menambah pengetahuan, dan rasa cinta pada budaya sendiri.
Untuk menghindari perpecahan, pada kongresnya di Solo pada tanggal 12 Juni 1918 namanya diubah menjadi Jong Java (Pemuda Jawa). Sesuai dengan anggaran dasarnya, Jong Java ini bertujuan untuk mendidik para anggotanya supaya kelak dapat menyumbangkan tenaganya untuk membangun Jawa raya dengan jalan mempererat persatuan, menambah pengetahuan, dan rasa cinta pada budaya sendiri.
Sejalan dengan munculnya Jong Java, pemuda-pemuda di daerah
lain juga membentuk organisasi-organisasi, seperti Jong Sumatra Bond, Pasundan,
Jong Minahasa, Jong Ambon, Jong Selebes, Jong Batak, Pemuda Kaum Betawi, Sekar
Rukun, Timorees Verbond, dan lain-lain. Pada dasarnya semua organisasi itu
masih bersifat kedaerahan, tetapi semuanya mempunyai cita-cita ke arah kemajuan
Indonesia, khususnya memajukan budaya dan daerah masing-masing.
6. Taman Siswa
Ki Hajar Dewantara
|
Sekembalinya dari tanah pengasingannya di Negeri Belanda (1919),
Suwardi Suryaningrat menfokuskan perjuangannya dalam bidang pendidikan. Pada
tanggal 3 Juli 1922 Suwardi Suryaningrat (lebih dikenal dengan nama Ki Hajar
Dewantara) berhasil mendirikan perguruan Taman Siswa di Yogyakarta. Dengan
berdirinya Taman Siswa, Suwardi Suryaningrat memulai gerakan baru bukan lagi
dalam bidang politik melainkan bidang pendidikan, yakni mendidik angkatan muda
dengan jiwa kebangsaan Indonesia berdasarkan akar budaya bangsa.
Sekolah Taman Siswa dijadikan sarana untuk menyampaikan
ideologi nasionalisme kebudayaan, perkembangan politik, dan juga digunakan
untuk mendidik calon-calon pemimpin bangsa yang akan datang. Dalam hal ini,
sekolah merupakan wahana untuk meningkatkan derajat bangsa melalui pengajaran
itu sendiri. Selain pengajaran bahasa (baik bahasa asing maupun bahasa
Indonesia), pendidikan Taman Siswa juga memberikan pelajaran sejarah, seni,
sastra (terutama sastra Jawa dan wayang), agama, pendidikan jasmani, dan
keterampilan (pekerjaan tangan) merupakan kegiatan utama perguruan Taman Siswa.
Penididikan Taman Siswa dilakukan dengan sistem
"among" dengan pola belajar "asah, asih dan asuh". Dalam
hal ini diwajibkan bagi para guru untuk bersikap dan berlaku "sebagai
pemimpin" yakni di depan memberi contoh, di tengah dapat memberikan
motivasi, dan di belakang dapat memberikan pengawasan yang berpengaruh. Prinsip
pengajaran inilah yang kemudian dikenal dengan pola kepemimpinan "Ing
ngarsa sung tulodho, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani ". Pola
kepemimpinan ini sampai sekarang masih menjadi ciri kepemimpinan nasional.
Berkat jasa dan perjuangannya yakni mencerdaskan kehidupan
menuju Indonesia merdeka maka tanggal 2 Mei (hari kelahiran Ki Hajar Dewantara)
ditetapkant sebagai hari Pendidikan Nasional. Di samping itu, "Tut Wuri
Handayani" sebagai semboyan terpatri dalam lambang Departemen Pendidikan
Nasional.
7. Partai Komunis Indonesia (PKI)
Benih-benih paham Marxis dibawa masuk ke Indonesia oleh
seorang Belanda yang bernama H.J.F.M. Sneevliet. Atas dasar Marxisme inilah kemudian
pada tanggal 9 Mei 1914 di Semarang, Sneevliet bersama-sama dengan J.A.
Brandsteder, H.W. Dekker, dan P. Bersgma berhasil mendirikan Indische Sociaal
Democratische Vereeniging (ISDV). Ternyata ISDV tidak dapat berkembang sehingga
Sneevliet melakukan infiltrasi (penyusupan) kader-kadernya ke dalam tubuh SI
dengan menjadikan anggota-anggota ISDV sebagai anggota SI, dan sebaliknya
anggota-anggota SI menjadi anggota ISDV.
Dengan cara itu Sneevliet dan kawan-kawannya telah mempunyai
pengaruh yang kuat di kalangan SI, lebih-lebih setelah berhasil mengambil alih
beberapa pemimpin SI, seperti Semaun dan Darsono. Mereka inilah yang dididik
secara khusus untuk menjadi tokoh-tokoh Marxisme tulen. Akibatnya SI Cabang
Semarang yang sudah berada di bawah pengaruh ISDV semakin jelas warna Marxisnya
dan selanjutnya terjadilah perpecahan dalam tubuh SI.
Pada tanggal 23 Mei 1923 ISDV diubah menjadi Partai Komunis
Hindia dan selanjutnya pada bulan Desember 1920 menjadi Partai Komunis
Indonesia. (PKI). Susunan pengurus PKI , antara lain Semaun (ketua), Darsono
(wakil ketua), Bersgma (sekretaris), dan Dekker (bendahara).
PKI semakin aktif dalam percaturan politik dan untuk menarik
massa maka dalam propagandanya PKI menghalalkan secara cara. Sampai-sampai
tidak segan-segan untuk mempergunakan kepercayaan rakyat kepada ayat-ayat Al -
Qur'an dan Hadis bahkan juga Ramalan Jayabaya dan Ratu Adil.
Kemajuan yang diperolehnya ternyata membuat PKI lupa diri
sehingga merencanakan suatu petualangan politik. Pada tanggal 13 November 1926
PKI melancarkan pemberontakan di Batavia dan disusul di daerah-daerah lain,
seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Di Sumatra Barat pemberontakan
PKI dilancarkan pada tanggal 1 Januari 1927. Dalam waktu yang singkat semua
pemberontakan PKI tersebut berhasil ditumpas. Akhirnya, ribuan rakyat
ditangkap, dipenjara, dan dibuang ke Tanah Merah dan Digul Atas (Papua).
8. Partai Nasional Indonesia (PNI)
Algemene Studie Club di Bandung yang didirikan oleh Ir.
Soekarno pada tahun 1925 telah mendorong para pemimpin lainnya untuk mendirikan
partai politik, yakni Partai Nasional Indonesia ( PNI). PNI didirikan di
Bandung pada tanggal 4 Juli 1927 oleh 8 pemimpin, yakni dr. Cipto Mangunkusumo,
Ir. Anwari, Mr. Sartono, Mr. Iskak, Mr. Sunaryo, Mr. Budiarto, Dr. Samsi, dan
Ir. Soekarno sebagai ketuanya. Kebanyakan dari mereka adalah mantan anggota
Perhimpunan Indonesia di Negeri Belanda yang baru kembali ke tanah air.
Radikal PNI telah kelihatan sejak awal berdirinya. Hal ini
terlihat dari anggaran dasarnya bahwa tujuan PNI adalah Indonesia merdeka
dengan strategi perjuangannya nonkooperasi. Untuk mencapai tujuan tersebut maka
PNI berasaskan pada self help, yakni prinsip menolong diri sendiri, artinya
memperbaiki keadaan politik, ekonomi, dan sosial budaya yang telah rusak oleh
penjajah dengan kekuatan sendiri; nonkooperatif, yakni tidak mengadakan kerja
sama dengan pemerintah Belanda; Marhaenisme, yakni mengentaskan massa dari
kemiskinan dan kesengsaraan.
Untuk mencapai tujuan tersebut, PNI telah menetapkan program
kerja sebagaimana dijelaskan dalam kongresnya yang pertama di Surabaya pada
tahun 1928, seperti berikut.
1) Usaha politik, yakni memperkuat rasa kebangsaan
(nasionalisme) dan kesadaran atas persatuan bangsa Indonesia, memajukan
pengetahuan sejarah kebangsaan, mempererat kerja sama dengan bangsa-bangsa
Asia, dan menumpas segala rintangan bagi kemerdekaan diri dan kehidupan
politik.
2) Usaha ekonomi, yakni memajukan perdagangan pribumi,
kerajinan, serta mendirikan bank-bank dan koperasi.
3) Usaha sosial, yaitu memajukan pengajaran yang bersifat
nasional, meningkatkan derajat kaum wanita, memerangi pengangguran, memajukan
transmigrasi, memajukan kesehatan rakyat, antara lain dengan mendirikan
poliklinik.
Untuk menyebarluaskan gagasannya, PNI melakukan
propaganda-propaganda, baik lewat surat kabar, seperti Banteng Priangan di
Bandung dan Persatuan Indonesia di Batavia, maupun lewat para pemimpin
khususnya Ir. Soekarno sendiri. Dalam waktu singkat, PNI telah berkembang pesat
sehingga menimbulkan kekhaw-tiran di pihak pemerintah Belanda. Pemerintah
kemudian memberikan peringatan kepada pemimpin PNI agar menahan diri dalam
ucapan, propaganda, dan tindakannya.
Dengan munculnya isu bahwa PNI pada awal tahun 1930 akan
mengadakan pemberontakan maka pada tanggal 29 Desember 1929, pemerintah Hindia
Belanda mengadakan penggeledahan secara besar-besaran dan menangkap empat
pemimpinnya, yaitu Ir. Soerkarno, Maskun, Gatot Mangunprojo dan Supriadinata.
Mereka kemudian diajukan ke pengadilan di Bandung.
Dalam sidang pengadilan, Ir. Soerkarno mengadakan pembelaan
dalam judul Indonesia Menggugat. Atas dasar tindakan melanggar Pasal
"karet" 153 bis dan Pasal 169 KUHP, para pemimpin PNI dianggap
mengganggu ketertiban umum dan menentang kekuasaan Belanda sehingga dijatuhi
hukuman penjara di Penjara Sukamiskin Bandung. Sementara itu, pimpinan PNI
untuk sementara dipegang oleh Mr. Sartono dan dengan pertimbangan demi
keselamatan maka pada tahun 1931 oleh pengurus besarnya PNI dibubarkan. Hal ini
menimbulkan pro dan kontra.
Mereka yang pro pembubaran, mendirikan partai baru dengan
nama Partai Indonesia (Partindo) di bawah pimpinan Mr. Sartono. Kelompok yang
kontra, ingin tetap melestarikan nama PNI dengan mendirikan Pendidikan Nasional
Indonesia (PNI-Baru) di bawah pimpinan Drs. Moh. Hatta dan Sutan Syahrir.
9. Gerakan Wanita
RA Kartini
|
Munculnya gerakan wanita di Indonesia, khusunya di Jawa
dirintis oleh R.A. Kartini yang kemudian dikenal sebagai pelopor pergerakan
wanita Indonesia. R.A. Kartini bercita-cita untuk mengangkat derajat kaum
wanita Indonesia melalui pendidikan. Cita-citanya tersebut tertulis dalam
surat-suratnya yang kemudian berhasil dihimpun dalam sebuah buku yang
diterjemahkan dalam judul Habis Gelap Terbitlah Terang. Cita-cita R.A. Kartini
ini mempunyai persamaan dengan Raden Dewi Sartika yang berjuang di Bandung.
Semasa Pergerakan Nasional maka muncul gerakan wanita yang
bergerak di bidang pendidikan dan sosial budaya. Organisasi-organisasi yang
ada, antara lain sebagai berikut.
1) Putri Mardika di Batavia (1912) dengan tujuan membantu
keuangan bagi wanita-wanita yang akan melanjutkan sekolahnya. Tokohnya, antara
lain R.A. Saburudin, R.K. Rukmini, dan R.A. Sutinah Joyopranata.
2) Kartinifounds, yang didirikan oleh suami istri T.Ch. van
Deventer (1912) dengan membentuk sekolah-sekolah Kartinibagi kaum wanita,
seperti di Semarang, Batavia, Malang, dan Madiun.
3) Kerajinan Amal Setia, di Koto Gadang Sumatra Barat oleh
Rohana Kudus (1914).
Tujuannya meningkatkan derajat kaum wanita dengan cara
memberi pelajaran membaca, menulis, berhitung, mengatur rumah tangga, membuat
kerajinan, dan cara pemasarannya.
4) Aisyiah, merupakan organisasi wanita Muhammadiyah yang
didirikan oleh Ny. Hj. Siti Walidah Ahmad Dahlan (1917). Tujuannya untuk
memajukan pendidikan dan keagamaan kaum wanita.
5) Organisasi Kewanitaan lain yang berdiri cukup banyak,
misalnya Pawiyatan Wanito di Magelang (1915), Wanito Susilo di Pemalang (1918),
Wanito Rukun Santoso di Malang, Budi Wanito di Solo, Putri Budi Sejati di Surabaya
(1919), Wanito Mulyo di Yogyakarta (1920), Wanito Utomo dan Wanito Katolik di
Yogyakarta (1921), dan Wanito Taman Siswa (1922).
Organisasi wanita juga muncul di Sulawesi Selatan dengan nama
Gorontalosche Mohammadaanche Vrouwenvereeniging. Di Ambon dikenal dengan nama
Ina Tani yang lebih condong ke politik. Sejalan dengan berdirinya organisasi
wanita, muncul juga surat kabar wanita yang bertujuan untuk menyebarluaskan
gagasan dan pengetahuan kewanitaan. Surat kabar milik organisasi wanita, antara lain Putri Hindia di Bandung,
Wanito Sworo di Brebes, Sunting Melayu di Bukittinggi, Esteri Utomo di
Semarang, Suara Perempuan di Padang, Perempunan Bergolak di Medan, dan Putri
Mardika di Batavia.
Puncak gerakan wanita, yaitu dengan diselenggarakannya
Kongres Perempuan Indonesia I pada tanggal 22–25 Desember 1928 di Yogyakarta.
Kongres menghasilkan bentuk perhimpunan wanita berskala nasional dan berwawasan
kebangsaan, yakni Perikatan Perempuan Indonesia (PPI). Dalam Kongres Wanita II
di Batavia pada tanggal 28–31 Desember 1929 PPI diubah menjadi Perikatan
Perhimpunan Isteri Indonesia (PPII). Kongres Wanita I merupakan awal dari
bangkitnya kesadaran nasional di kalangan wanita Indonesia sehingga tanggal 22
Desember ditetapkan sebagai hari Ibu.
Sebelum tahun
1908, pergerakan nasional bersifat lokal , tidak menggunakan organisasi modern,
dan bergantung kepada seorang pemimpin. Sesudah tahun 1908 - bersifat nasional
- menggunakan organisasi modern - tidak bergantung pada seorang pemimpi
Sumber:
http://l32central.tripod.com
deviciptyasari.blogspot.com
www.materisma.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar