Kerajaan
Sriwijaya
Kerajaan Sriwijaya adalah salah satu
kerajaan yang paling sering disebut namanya. Kerajaan ini dikenal sebagai
kerajaan maritim dengan armada laut yang tangguh. Wilayah kekuasaannya juga
relatif luas, melingkupi Pulau Sumatera dan sebagian wilayah Malaysia dan
Thailand saat ini. Banyak peninggalan dan berita-berita luar negeri yang
mengabarkan keberadaan kerajaan ini. Hal ini tentu mengindikasikan bahwa
kekuasaan dan pengaruh kerajaan Buddha terbesar di Indonesia ini cukup besar
pada masanya.
Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, banyak prasasti-prasasti
yang ditinggalkan kerajaan ini. Tepatnya, ada tujuh prasasti yang memuat
tentang Kerajaan Sriwijaya, seperti Prasasti Kedukan Bukit, Prasasti Talang
Tuo, Prasasti Karang Berahi, Prasasti Palas Pasemah, Prasasti Telaga Batu,
Prasasti Ligor, dan Prasasti Kota Kapur. Menariknya, di Prasasti Kota Kapur,
terdapat tulisan yang artinya, "Menghukum bumi Jawa yang tidak tunduk
kepada Sriwijaya." Hal ini diyakini berhubungan dengan penyerangan
Sriwijaya tehadap Kerajaan Tarumanegara. Peta wilayah Kerajaan Sriwijaya
Selain prasasti-prasasti, keberadaan Sriwijaya juga diketahui
lewat berita-berita luar negeri yang berasal dari Cina, Arab, dan India.
Pendeta I-Tsing dan beberapa orang dari Dinasti Tang diduga pernah singgah di
Sriwijaya. Sriwijaya juga disebut sebagai penghasil emas oleh Arab. Diperoleh
keterangan bahwa raja dari Sriwijaya pernah menjalin hubungan dengan raja-raja
dari India, seperti Chola dan Nalanda. Hal ini menguatkan fakta bahwa Sriwijaya
adalah sebuah kerajaan besar, sampai-sampai terdengar kemahsyurannya ke luar
negeri.
Banyak yang mengira bahwa pusat Kerajaan Sriwijaya terletak
di Palembang. Namun, beberapa ahli justru memiliki pandangan yang berbeda. Diduga
pusat kerajaan ini berpindah seiring berjalannya waktu.
Pierre-Yves Manguin melakukan
observasi dan berpendapat bahwa pusat Sriwijaya berada di
Sungai Musi antara Bukit Seguntang dan Sabokingking, terletak di Provinsi
Sumatera Selatan sekarang. Soekmono malah berpendapat bahwa pusat Sriwijaya
terletak pada kawasan sehiliran Batang Hari, antara Muara Sabak sampai ke Muara
Tembesi, Jambi. Moens berpendapat bahwa letak dari pusat kerajaan Sriwijaya
berada pada kawasan Candi Muara Takus, Provinsi Riau. Tiap pendapat pasti
memiliki argumen tersendiri yang sama-sama kuat.
Kerajaan Sriwijaya menduduki tempat strategis, yakni
dekat dengan Selat Malaka, kerap kali dikunjungi kapal-kapal dari India, Arab,
dan belahan dunia lainnya. Hal ini mendorong berkembangnya kerajaan ini menjadi
kerajaan maritim yang kuat dan disegani. Banyak pedagang dari luar negeri yang
singgah di sini, sehingga perekonomian Sriwijaya berjalan dengan baik.
Masyarakatnya sudah memiliki uang sendiri yang digunakan untuk transaksi. Uang kepang pada masa Sriwijaya
Masyarakat Sriwijaya lebih terbuka dalam menerima berbagai
kebudayaan asing. Mereka mengadopsi kebudayaan India seperti nama,
adat-istiadat, serta tradisi dalam agama. Masyarakat juga telah menggunakan
bahasa komunikasi dalam dunia perdagangan. Diduga, bahasa yang mereka gunakan
adalah bahasa Melayu Kuno.
Kerajaan Sriwijaya merupakan pusat pertemuan para jemaah
agama dari India ke Cina maupun sebaliknya. Berkembang ajaran Budha Mahayana
akibat pertemuan itu. Perkembangan itu tentu tidak lepas dari peran
pujangga-pujangga Sriwijaya, di antaranya Dharmapala dan Sakyakirti. Dharmapala
adalah seorang guru besar agama Buddha. Ia perna mengajar di Perguruan Tinggi
Nalanda, Benggala.
Dalam bidang kebudayaan, Kerajaan Sriwijaya memiliki banyak
peninggalan purbakala seperti candi atau arca. Selain itu, ,enurut berita dari
Tibet, seorang pendeta bernama Atica datang dan tinggal di Sriwijaya pada tahun
1011-1023 M dalam rangka belajar agama Budha dari seorang guru besar, yakni Dharmapala
yang sudah dibahas sebelumnya. Menurutnya, Sriwijaya merupakan pusat agama
Budha di luar India.
Lewat narasi
di atas, dapat disimpulkan bahwa Kerajaan Sriwijaya adalah salah satu kerajaan
berpengaruh pada masanya. Semoga sejarah kerajaan ini dapat kita jadikan
pelajaran.